Rabu, April 14, 2010

Resensi Hush-Hush

‘’HUSH HUSH’’ & PILIHAN HIDUP

(Cita Yustisia)

Tidak perlu menunggu buku kedua, ketiga dan seterusnya bagi Becca Fitzpatrick untuk membuktikan dirinya salah satu penulis berbakat. Hush Hush, novel pertamanya, cukup mampu membuktikan siapa dirinya. Tidak banyak novel remaja mampu memberikan cerita berbobot selain hanya sekedar percintaan biasa. Hush Hush seakan perpaduan antara novel-novel Dan Brown dicampur dengan trilogi Twilight yang disajikan dengan gaya teenlit yang ringan.

Tiap-tiap agama memiliki paham masing-masing tentang sosok malaikat menurut pandangan mereka. Dalam Hush Hush, wujud malaikat tidak digambarkan sebagai sosok yang sempurna dengan sayap putih. Malaikat disini digambarkan sebagai sosok Patch siswa Coldwater High School yang suka bermain pool, mengendarai jip, membawa blackberry, dan ganteng. Patch memang malaikat sebelum ia terbuang dari surga lantaran keinginannya menjadi manusia. Menjadi malaikat atau menjadi manusia bukan sekedar takdir namun pilihan. Malaikat pun bisa turun “derajat” menjadi manusia karena pilihannya, pilihan untuk berbuat kesalahan. Sayangnya Patch tidak terbuang sebagai manusia, namun makhluk setengah manusia setengah malaikat yang disebut Nephilim.

Cerita bergulir cepat dari Nora Grey, gadis Maine dan siswi Coldwater High School, yang tidak pernah menyangka perubahan tempat duduk di kelas Biologi akan berdampak besar bagi hidupnya. Duduk sebangku dengan Patch yang misterius membuatnya sebal, namun disaat bersamaan ia tak bisa membohongi jantungnya yang berdegup kencang setiap mereka bersama.

Patch selalu ada dimanapun Nora berada, seakan ia tahu segala kehidupan Nora. Patch adalah misteri, ia sosok yang selalu muncul dimanapun secara tiba-tiba, ditambah dengan data dirinya di arsip sekolah yang kosong. Hal ini diperburuk dengan bisikan-bisikan di kepala Nora yang secara misterius mempengaruhi pikirannya serta datangnya teror-teror seiring kehadiran pria bertopeng ski, yang ia yakini adalah Patch. Namun disisi lain, Patch selalu muncul saat Nora membutuhkan pertolongan. Jadi mana yang sebenarnya terjadi, Patch adalah manusia berniat jahat atau sosok malaikat pelindungnya ataukah ia malaikat kematian atau malah iblis berkedok malaikat? Fakta-fakta yang muncul membuat kita tidak bisa menebak kelanjutan ceritanya, bahkan meskipun kita menjadi pembaca curang yang membaca novel dengan mengintip bagian akhirnya terlebih dahulu.

Daftar orang yang tidak bisa dipercaya dalam hidup Nora tidak lagi Patch seorang namun bertambah, mulai dari psikolog sekolah, Elliot, dan Jules. Di sisi lain kecurigaannya pada Patch memudar entah karena Patch yang selalu hadir memberinya bantuan atau mungkin karena ketertarikannya pada Patch yang membuatnya tak bisa berpikir objektif. Sementara itu, teror semakin parah hingga hadirnya malaikat lain dan seorang teman yang selama ini tidak pernah masuk hitungan dalam daftar orang yang dicurigainya yang nyaris membunuhnya.

Pembaca tidak akan bisa melepaskan Hush Hush sampai akhir cerita, karena Fitzpatrick mampu menggiring kita untuk menjadi detektif amatir yang mencoba menebak-nebak siapa penjahat dalam kisahnya. Hingga akhirnya kita dapat menarik kesimpulan bahwa tidak ada tokoh yang akan selalu menjadi penjahat dari awal sampai akhir. Menjadi jahat atau baik adalah pilihan. Malaikat baik menjadi malaikat pembunuh adalah pilihan. Seseorang yang baik menjadi pendendam adalah pilihannya. Seorang malaikat berniat jahat yang lalu menjadi malaikat pelindung juga adalah pilihannya. Hal ini senada dengan satu kalimat menarik dalam buku ini: masa lalu tidak bisa berubah, tapi orang bisa berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar